Mungkin kami tidak sebenarnya memerlukan mata. Sambil kami terus hidup— entah bangkit dengan atau malah menampik rengkuhan tangan-tangan khalik yang menunggu dipilih, menengadah atau menunduk pada setiap sel Tuhan yang mengembun, melihat atau mendengar sepanjang mata angin, kami terus menerjang membabi buta. Sekilas hadir, bergantian. Kami hanya untuk kami. Memang benar kami sudah tua: akumulasi kepala sudah jauh meninggalkan rumah dan alasan. Panjang tapak mungkin tidak ingat lagi untuk merindukan benar.
Mungkin juga tidak seharusnya apapun memusatkan dirinya dan yang lain. Toh, seribu setengah tahun ini kami lebih sering salah percaya.
No comments:
Post a Comment