01.11.48
keping recehan saya jatuh. seorang tua yang menenteng helm membantu memungutkan dari samping, namun saya malah sibuk menderu pacu setelahnya karena barisan di belakang juga sibuk melempar klaksonnya. saya tidak pula sempat tersenyum, padahal di antara sumpek ruangan parkir itu ia masih berbaik hati. apa refleks saya pada sosial telah berangkat dingin dan keji tanpa sadar? semoga kota ini punya lebih banyak tua sepertinya daripada saya-saya ini.
beberapa keping kembali terjatuh.
01.18.21
saya mengejar sebuah garis terang membubung dari tanah, naik turun memotong remang. mungkin pertanda sebuah perayaan? di samping mereka seorang anak tertidur dengan ayahnya mengipasi di atas dipan tua, di depan mereka sebuah sungai menangis karena kotanya lupa padanya.
saya memutar arah. cahaya sorot yang mengarung langit kota itu telah melihat semuanya, ia ikut meringis di atas denting-denting gelas pesta yang ramai.
semua polusi cahaya yang mahal itu mencekik langit kota saya jadi ungu.
01.38.58
berbelok kemudian di bawah rengkuh pepohonan. melewati pelataran sirkus kota yang esok pagi akan terjejal kepentingan-kepentingan luar biasa banyaknya. tertabur kepingan daun kuning, wajarkah ibu alam ini merontok di musim yang basah? apa mereka telah berangkat lelah dengan keapatisan anak-anaknya? mungkin mereka meraung-raung di sana, jangan belah aku, jangan kotori nafasku.
anak-anakmu hanya sedang lupa kau ibu mereka..
01.44.01
delapan puluh kilometer per jam, di sela gurat-gurat bopeng jalan yang makin membahayakan sebuah kelontong modern yang mencoba menghangatkan namun beku, berdiri. melewati bayangan rak-rak makanan kaleng dan bungkusan yang identik yang tidak mengenyangkan hati. semua lampu, tembok, ubin pucat memangkas ramah-tamah dalam pertukaran kebutuhan yang dulu hangat, yang saya kira akan selalu kuat mengakar di hati kota saya.
ah, bangunan itu sendiri kesepian. dingin.
01.52.11
memasuki portal, deretan palem bernyanyi. seorang pedagang menutup lapaknya, mencuci peralatannya di ember yang bocor, menggulung terpal birunya. puaskah ia akan hari ini? di antara jutaan kendaraan mahal yang melintasi sudut matanya, di antara ratusan jam ia menunggui lapaknya, banggakah ia dengan perannya di akrobat akbar urban ini?
bahkan kemudian, dekat di sampingnya masih ramai terlihat sebuah jamuan angkuh.
02.04.28
deru saya melonggar, semuanya timpang: gelap, sepi, tapi jauh lebih hangat daripada hingar-bingar benderang kota paling indah. semua sudut di sini fasih bercerita, tentang saya, tentang semua milik dan pemilik saya. semuanya merangkul jujur.
beberapa ngengat menjajali cahaya.
sedikit berbisik, assalamualaikum. hening..
No comments:
Post a Comment